Senin, 02 Januari 2012

Review jurnal POLA RESTRUKTURISASI USAHA PERTANIAN DAN USAHA KECIL PEDESAAN SERTA IMPLEMENTASINYA TERHADAP REPOSISI KELEMBAGAAN KOPERASI


Sumber : www.smecda.com
Nama Kelompok :
Dave Simanjuntak (21210703)
Fadhli Rahman Syukri (22210477)
Gita Fitriane (23210019)
I Made Wahyudi S (23210346)
Kelas; 2EB10

I. ABSTRAKSI
Selama Pembangunan Jangka Panjang ke 1 (PJP-1) Indonesia telah mencatat
berbagai kemajuan ekonomi, hal ini ditunjukkan oleh beberapa indikator antara lain : (a)
pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,5% mulai tahun 1970 samapi tahun 1997, (b) jumlah
penduduk miskin secara relatif dan absolut berkurang, (c) penurunan riil pertumbuhan
penduduk dari 2,4% hingga 1,9%, (d) perbaikan infrastruktur jalan, kesehatan dan
telekomunikasi. Kemajuan ekonomi di Indonesia sekarang dapat dikatakan telah
mengalami perbaikan yang cukup berarti, namun demikian masih banyak menghadapi
berbagai masalah yang harus diselesaikan dalam pembangunan tahap ke II abad ke
21, karena ternyata keberhasilan tersebut belum mampu mengangkat kehidupan
ekonomi rakyat di pedesaan yang bertumpu pada sektor pertanian.
Padahal Indonesia sebagai negara berkembang, memiliki kondisi dimana : (a)
sektor pertanian memegang peranan strategis sebagai sumber mata pencaharian bagi
penduduk yang tersebar, (b) memproduksi komoditi primer baik untuk konsumsi maupun
industri pengolahan, (c) tempat pelemparan hasil industri dan (d) pertanian masih merupakan kantong penduduk miskin.


II. PEMBAHASAN
Masalah utama yang dihadapi dalam pembangunan sektor pertanian adalah belum tersedianya konsep dan strategi pembangunan pertanian yang jelas, dikaitkan dengan peranan kelembagaan koperasi yang mampu mengangkat tingkat pendapatan koperasi dan masyarakat pedesaan.
Guna memecahkan masalah diatas khususnya untuk mengatasi kemiskinan,
penganguran, ketertinggalan, peningkatan produktivitas ekonomi pedesaan dalam waktu
26 tahun terakhir (1969-2003) pemerintah Indonesia melakukan berbagai kebijakan antara
lain : (a) melipatgandakan produksi pangan terutama beras melalui introduksi teknologi
baru (bibit unggul dan pupuk), (b) mendorong koperasi pedesaan untuk penyalur input
dan pemasaran hasil pertanian, (c) program pembangunan desa miskin melalui Inpres
Desa Tertinggal (IDT), (d) perkembangan perkebunan inti rakyat diberbagai komoditi
pertanian dan (e) berbagai program lain yang penting perlu dicatat yaitu Green Revolution
(instensifikasi tanaman padi). Namun berbagai terobosan program baru tersebut belum
dapat menyelesaikan permasalahan dalam rangka peningkatan kesejahteraan
masyarakat secara baik.
Dalam mengantisipasi kondisi sebagaimana disebutkan diatas, kelembagaan
koperasi perlu direposisi agar koperasi di pedesaan dapat menyesuaikan diri dengan
perkembangan yang terjadi. Reposisi ini dimaksudkan supaya koperasi di pedesaan
memiliki kompetensi untuk mengelola usaha pertanian yaitu kegiatan agribisnis dan
agroindustri, meliputi kegiatan : (1) up-stream (hulu) yaitu penyaluran kredit dan sarana
produksi, (2) on-farm yaitu produksi yang dilakukan oleh anggota, serta (3) off-farm
(hilir) yaitu pengolahan dari yang sederhana sampai agroindustri dan pemasaran.
Aspek studi dalam penelitian ini meliputi :(1)Melakukan studi dan evaluasi kondisi
riil saat ini terhadap koperasi dibidang pertanian dan usaha kecil pedesaan.
(2) Mengklasifikasi tipe koperasi dibidang pertanian dan faktor-faktor penghambat.
(3) Menyusun desain pengembangan koperasi dibidang pertanian dan usaha kecil
pedesaan. (4) Menyusun draft election pengembangan koerasi dibidang pertanian.
Pokok masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : (1)
bagaimana fleksibilitas kelembagaan koperasi dalam mengantisipasi dinamika perubahan
akibat restrukturisasi usaha pertanian, (2) bagaimana partisipasi anggota koperasi dalam
reposisi peran koperasi. (3) bagaimana model pembinaan dan pengembangan manajemen
koperasi bidang pertanian.

Sejak pemerintahan orde baru kegiatan pertanian diarahkan kepada bagaimana
pencapaian produksi atau lebih kepada pengembangan subsistem usaha pertanian.
Pada kegiatan on-farm yang didukung dengan kebijakan untuk peningkatan produksi
melalui program intensifikasi pertanian. Hal ini terkait dengan program pemerintah
melalui pengadaan pengairan, sarana produksi, benih unggul, pestisida serta pembukaan
lahan-lahan pertanian terutama di luar Jawa seperti proyek gambut sejuta hektar di
Kalimantan. Program tersebut bermuara pada pengadaan pangan nasional. Namun
disadari bahwa program tersebut belum memberi kepada peningkatan pendapatan dan
kesejahteraan petani (Soetrisno, 2003).
Penjabaran UU Nomor 12 Tahun 1967 khususnya menyangkut pembangunan
pedesaan dinyatakan dalam kebijaksanaan pemerintah melalui Intruksi Presiden Nomor
4 Tahun 1973 tentang pengaturan dan pembinaan Badan Usaha Unit Desa (BUUD).
Kelembagaan suatu organisasi ekonomi perlu mendapat perhatian lebih besar.
Berkaitan dengan pandangan kelembagaan atas struktur hak kepemilikan dan
perkembangan kegiatan koperasi. Cook (1995) menyatakan bahwa koperasi akan
berkembang secara bertahap, dimana tantangan yang dihadapi pada setiap tahap adalah
hasil dari perubahan struktur hak yang dialami pada tahap sebelumnya.
Cook (1995) mendasari hipotesa yang diajukannya mengenai perkembangan
koperasi pada hasil penelitiannya dan hasil penelitian lain seerta data perkembangan
koperasi pertanian dan pedesaan di Amerika dan Kanada dari tahun 1951-1961. Selama
periode tersebut terdapat koperasi yang berhenti berusaha, ada koperasi yang tetap
dan bertahan dan ada koperasi-koperasi baru yang tumbuh. Dalam rentang 40 tahun
yang diamati beberapa koperasi lahir, tumbuh dan berkembang serta beberapa koperasi
tutup. Kesimpulan dari pengamatan Cook adalah koperasi menujukkan perkembangan
jika dilihat dari pertumbuhan nilai usaha dan perkembangan tersebut tidak berhubungan
dengan waktu.
2.2. Hasil Penelitian yang Relevan
Hipotesa Cook menyimpulkan bahwa perkembangan koperasi, khususnya
koperasi pertanian mengikuti empat tahap, dimana dua tahap adalah tahap
.keseimbangan. dan dua tahap lainnya adalah tahap ketidakseimbangan. Koperasi
pertanian di Amerika umumnya dikembangkan atas dua pertimbangan pokok yaitu
pertama, untuk mengatur mengendalikan produksi dan pasokan diantara para produsen
sehingga para produsen tidak saling bersaing. Kedua, untuk menghimpun para produsen
(petani) guna menghadapi pasar yang tidak sempurna dalam monopoli atau oligopoli
pada pasar sarana produksi dan monopsoni atau oligopsoni pada pasar produk. Kedua
alasan tersebut pada dasarnya adalah usaha petani produsen atas inisiatif sendiri untuk
bersama-sama berusaha bertahan menghadapi kesulitan usaha yang dihadapi, sehingga
pada kondisi ini koperasi berada pada .tahap defensif.. Hasil yang diharapkan dari
koperasi pada tahap ini adalah peningkatan kekuatan rebut tawar petani (anggota)
yang diwujudkan dalam bentuk tindakan dan perilaku usaha koperasi.
2.3. Terminologi dan Definisi Operasional
Reposisi adalah upaya merubah posisi KUD yang hampir stagnan menuju posisi
baru yang lebih variabel serta sesuai dengan perkembangan masyarakat. Perlunya
reposisi pengembangan kelembagaan koperasi pedesaan disebabkan karena terjadinya
perubahan pemerintahan dan kebijakan dibidang ekonomi yang mengakibatkan KUD
yang dikenal sebagai instrumen pemerintah mengalami kesulitan dan kehilangan arah.
Reposisi dimaksudkan agar KUD dapat menyesuaikan diri dengan
perkembangan.

III. KESIMPULAN

Peran koperasi di sektor off-farm (industri pengolahan) pada usaha pertanian
masih tergolong sangat rendah bila dilihat dari status badan hukum sebagai industri
pengolahan berbasis sektor pertanian kurang dari 1 % jumlah koperasi yang usahanya
bergerak dalam industri pengolahan pertanian, kecuali di sub sektor peternakan lebih
dari 3%.
Pada usaha pertanian di sektor hilir (off-farm), sebagian besar industri termasuk
di dalamnya usaha koperasi yang bergerak di industri pengolahan mengalami persaingan
pasar oligopoli yang sangat ketat, seperti pada industri penggilingan dan penyosohan
beras dengan rasio konsentrasi sebanyak delapan perusahan terbesar (CR 8) hanya
sebesar 25,72% pada tahun 2002. Hal ini memerlukan kebijakan pemerintah sehingga
diharapkan koperasi dapat melakukan monopoli pada industri pengolahan seperti pada
pembelian cengkeh di zaman orde baru. Disamping itu skala output koperasi sebagian
besar hanya berada di bawah Rp. 1 milyar, sehingga suntikan modal bagi koperasi
sangat diperlukan baik dari lembaga keuangan perbankan maupun dari pemerintah.
Distribusi pengolahan diatas 80% masih terkonsentrasi di daerah Jawa (DKI Jakarta,
Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah) dan Sumatera utara. Ini memberikan gambaran,
bahwa dalam pembangunan industri pertanian antara lokasi industri dengan sumber
bahan baku tidak satu tempat, sehingga akan menimbulkan biaya transportasi yang
cukup besar. Jumlah bahan baku yang dibutuhkan industri pengolahan sebagian masih
diimpor, seperti pada industri pakan ternak, industri penggilingan, dan pembersihan
padi-padian bahan bakunya di atas 40% masih diimpor.
Untuk menunjang peningkatan usaha pertanian menjadi industri pertanian perlu
dilakukan membinan sumberdaya manusia dan memantapkan struktur kelembagaan
koperasi sebagai upaya mendukung pengembangan usaha anggota koperasi yang
berbasis pada pertanian.
Model kelembagaan agribisnis yang dapat dikembangkan di masa depan antara
lain dengan memasukkan unsur petani menjadi salah satu faktor dari supply chain
manajemen, dimana petani posisikan sebagai subyek pengambil keputusan bukan
hanya pelaksana.
Model koperasi tunggal komoditi dapat dikembangkan untuk sub sektor
perkebunan untuk komoditi : karet, kelapa sawit dan kelapa hibrida, sub sektor pertanian
tanaman pangan : cabai, tomat, bawang daun, dll, sub sektor perikanan dan subsektor
peternakan. Koperasi persusuan merupakan salah satu kopersi yang mampu
berkembang dengan baik.
Koperasi kredit pertanian diperlukan oleh petani untuk membiayai usaha taninya.
Kopdit pertanian merupakan basis dari pemberdayaan petani dan menjadi landasan
bagi pengembangan kegiatan lainnya.


DAFTAR PUSTAKA
......., 2001. Statistik Perusahaan Perikanan 2001. Badan Pusat Statistik.
Jakarta.
......., 2002. Indikator Pertanian (agricultural Indicators) 2002. Badan
Pusat Statistik. Jakarta.
......, 2003. Sensus Pertanian 2003. Angka Nasional Hasil Pendaftaran
Runah Tangga (angka sementara). Badan Statistik. Jakarta.
Cook, Michael. 1995. The Future of U.S Agricultural Cooperative: A Neo
Institutional Approach. American Journal of Agricultural Economics. Desember
1995.
Nasution, M., 2003. Pertanian Sebagai Platform Pembangunan Indonesia Masa
Depan. Makalah Kongres Masyarakat Pertanian Indonesia. BEM IPB. Bogor ,
16 September 2003.
PERHEPI. 2004. Rekonstruksi dan Restrukturisasi Ekonomi Pertanian :
Beberapa Pandangan Kritis Menyongsong Masa Depan. Perhepi Cetakan
I. Jakarta.
Soetrisno, N. 2003. Koperasi Indonesia : Potret dan Tantangan, Jurnal Ekonomi
Kerakyatan, Th. II-No.5-Agustus 2003. Jakarta.
Sularso. 2004. Koperasi Pertanian. Makalah Diskusi Terbatas PERHEPI :
Kelembagaan dan Koperasi dalam Restrukturisasi Pertanian Perdesaan. STEKPI,
30 September 2004.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar